Kalam  

Biografi Bilal bin Rabah, Sang Manusia Surga

FotoJet 40 1652697931 180.253.0.229
Ilustrasi Bilal bin Rabah, muzadin pertama yang dijuluki Rasullullah sebagai manusia Surga.(Team JNC)

JatiNetwork.Com – Bernama lengkap Bilal bin Rabah Al-Habasyi. Dia adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang dipercaya untuk mengumandangkan Adzan pertama kali. Rasulullah menyebutnya, Manusia Surga.

Ia berasal dari negeri Habasyah, sekarang Ethiopia. Ia biasa dipanggil Abu Abdillah dan digelari Muadzdzin Ar-Rasul. Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah.

Ayahnya bernama Rabah dengan seorang Ibu yang di kenal dengan nama Hamamah, seorang hamba sahaya hitam di antara hamba-hamba sahaya Makkah, oleh karena itu sebagian orang memanggilnya dengan Ibnu As-Sauda.

Sebagai keturunan afrika, Bilal mewarisi warna kulit hitam, rambut keriting, dan postur tubuh yang sangat tinggi. Sosoknya mungkin mirip dengan orang habsy.

Bilal tumbuh di Ummul Qura, dia adalah hamba sahaya milik anak yatim dari Bani Abdud Dar, Bapak mereka mewasiatkannya kepada Umayyah bin Khalaf salah seorang pemuka kekufuran.

Orang tua Bilal termasuk tawanan yang dibawa dari Etiopia ke Arabia. Bilal beserta Bapaknya adalah tawanan perang yang kemudian diperjual belikan sebagain budak.

Demikianlah Bilal sebagai budak beliau diperjual belikan dan berpindah-pindah tuan sampai akhirnya menjadi budak Umayyah bin Khalaf.

Bilal mulanya berkhidmat melayani Umayyah biasanya berdagang dan membawa serta Bilal ikut bersamanya dalam perjalanan-perjalanannya. Ia juga menjadikannya sebagai penjaga tempat hartanya.

Bilal juga dikenal dengan kemerduan suaranya di antara para budak di Makkah.

Bilal adalah seorang yang teguh pendiriannya, tenang dalam penampilannya, berwibawa, cerdas dan kuat daya ingatnya. Sejak kecil dia menghabiskan masa remaja dengan menjadi pembantu majikannya.

Beliau adalah orang yang bagus akhlaknya, tunggal tiada duanya, istimewa bila
dibandingkan dengan kebanyakan sahabatnya dengan sifat-sifat yang sudah
dikenal pada dirinya.

Itu menjadikan dia menempati kedudukan yang terpecaya di antara mereka. Salah satu terpenting adalah perkataan yang jujur dalam seluruh perkataannya, bahkan juga pada seluruh perbuatannya, baik saat beraktifitas maupun ketika diam tenang.

Kejujurannya adalah kejujuran secara total, bukan parsial. Akan tetapi keadaan lahiriahnya berbeda dari satu pribadi ke pribadi yang lainnya.

Seseorang menjadikannya terkenal dengan itu sampai kepercayaan terhadap perkataannya dan perbuatannya mencapai tingkatan yang tidak diragukan lagi
dan tidak syubhat lagi padanya.

Setiap orang itu mempunyai kunci kepribadian yang menunjukkan pada akhlaknya dan perangai mentalnya. Kunci kepribadian Bilal adalah kejujuran pada makna tertingginya.

Rasulullah dan kaum muslimin mempersaksikan kejujuran itu ada pada dirinya.

Dia adalah orang yang berpengaruh bagi orang sekitarnya. Dan dia memenuhi kebutuhan orang lain berpindah di antara pasar dan rumah. Inilah yang membuat dirinya memahami hakikat semua permasalahan dan dapat membedakan tingkah laku (budi pekerti) manusia. Mana yang baik dan mana yang buruk diantara mereka.

Dia sukses dengan kesabarannya dan tabah dalam derita sakit serta kekerasan yang ia alami. Hal ini tidak mengubah kekuatan qona’ah dan keimanannya. Bahkan lebih kuat dari sebelumnya.

Dia menjadi di kenal dengan kemerduan suaranya yang keras serta indah dalam membaca Al-Qur’an dan lantang ketika adzan.

Dialah orang pertama yang mengumandangkan adzan untuk shalat. Selanjutnya dia dibantu oleh Abu Mahdzurah dan Ibnu Ummi Maktum.

Ketika Makkah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Sholallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam.

Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.

Bilal bin Rabah Masuk Islam

Bilal hidup di pinggiran kota Makkah, dia menjadi seorang Budak yang dikehendaki majikannya. Memenuhi kebutuhan, membersihkan rumah, mengembala hewan ternak tanpa bayaran dan penghargaan.

Dalam kehidupannya serba dalam keterpaksaan dan hinaan. Penduduk Makkah akhirnya dapat memahami hakikat kehidupannya dan terdapat penyimpangan dalam peradaban manusia dan makna moralitas.

Tetapi hidupnya berubah setelah ia memeluk agama Allah SWT. Islam menerangi kota Makkah ketika Rasulullah datang dengan membawa ajarannya, orang yang percaya tentang adanya kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah adalah Abu Bakar tanpa kebimbangan ia menerima ajakan Rasulullah untuk masuk ke dalam agama Islam.

Baca Juga:  Biografi Michael H. Hart, Pengarang 100 orang Paling Berpengaruh di Dunia

Bilal masuk Islam lewat ajakan Abu Bakar. Saat itu Bilal berusia tiga puluhan tahun.

Bilal sering mendengar nama Muhammad disebut oleh Umayyah bin Khalaf saat berbincang-bincang dengan kawan-kawan dan orang-orang terkemuka kabilahnya.

Mereka membicarakan kekasih Allah ini dengan penuh kemurkaan dan kebencian. Kendati demikian, mereka tidak mengingkari sifat amanah dan keberaniannya.

Mereka juga tidak mengingkari keluhuran akhlaknya, kejujuran tutur katanya, dan kejernihan akalnya. Namun mereka sangat membenci Nabi Muhammad.

Diceritakan bahwa Lewat tengah malam bilal terbangun. Rasa lelah dan kantuknya memang belum hilang. Segera dilipat selimutnya, sepertinya ia sedang menanti sesuatu.

Tergoda bilal untuk memeluk gulingnya. Beberapa menit kemudian bilal seakan mendengar bisikan memanggilnya. Digosok matanya seraya meyakinkan diri bahwa yang didengarnya bukan kisah mimpi.

Dengan sigap ia bangkit dari pembaringannya sambil telinganya dilebarkan.

Benar, ia memang mendengar suara memanggilnya. Walau ia seorang budak yang rajin dan patuh, takkan pernah ia merasakan panggilan yang penuh kasih seperti yang baru saja didengarnya.

Segera bilal membuka pintu. Segera dibukanya pintu. Di depannya berdiri sosok jangkung dan ramping di tengah kegelapan.

Ternyata yang berkunjung menemui Bilal adalah Abu Bakar. Beliau sengaja mengunjungi Bilal malam karena tidak ingin ada orang yang tau bahwa ia menemui Bilal dengan tujuan mengajaknya masuk Islam.

Lantas Bilal menanyakan tujuan Abu Bakar menemuinya.

Kemudian Abu Bakar menjelaskan tujuannya datang menemui Bilal, dengan berkata: “dengar, Bilal. Masih ingatkah kamu ketika kita bersamasama dalam misi dagang quraisy ke syiria?”

Bilal menjawab: “iya, saya ingat tuan!”

Abu Bakar bertanya kembali : “dan masih ingatkah engkau akan seorang pendeta, yang menceritakan nubuwah yang pernah di lihatnya? Bukankah pendeta tersebut berkata, akan tiba saatnya muncul seorang rasul dari tengah gurun arab?”

Dan dijelaskan bahwa apa yang dikatakan pendeta tersebut telah terjadi yakni datangnya Rasul Terakhir yakni Nabi Muhammad SAW.

Tetapi Bilal masih menanyakan kebenarannya sehingga Abu Bakar menjelaskan bahwa dia mendengar desas-desus di Makkah, bahwa Muhammad dengan diam-diam mengajak umat manusia agar berserah diri hanya kepada Allah, yang Maha Esa.

Dan aku tahu bahwa apa yang disampaikannya adalah kebenaran. Aku kemudian pergi menemuinya dan bertanya tentang apa yang kudengar. Ia pun menerangkan dengan santunnya kepadaku, wahai Bilal.

Nabi Muhammad menjawab, bahwa Allah sesembahanku itu maha Esa dan maha Kuasa. Dia adalah dzat yang maha mencoba dan maha pemberi ingat. Allah pula lah yang telah mempercayakan kepadaku untuk meneruskan karya Ibrahim, dan dia pula yang menugaskanku agar menyampaikan ajarannya kepada umat manusia.”

Abu Bakar menghela nafas dan sejenak kemudian meneruskan kisahnya. Kata Abu Bakar, “Demi Allah, Muhammad seumur hidupku aku belum pernah melihatmu berbohong, karena itu aku percaya bahwa engkau memang telah menyampaikan kebenaran. Keluhuran budimu memang meyakinkanku, dan aku yakin bahwa Allah memang telah menyiapkan dirimu untuk menjadi teladan bagi sekalian umat manusia.

Karena itu, Muhammad, dengarkanlah persaksianku. “ Aku beriman kepada Allah yang engkau sembah, dan aku percaya bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.

Mendengar itu Muhammad kemudian menjabat tanganku menerima persaksianku.” Tetapi Bilal masih ragu dengan bertanya apakah dia di ajak Muhammad.

Kemudian Abu Bakar menjelaskan kembali tugas Nabi Muhammad kepada Bilal.

Ia mengajarkan bahwa semua manusia sederajat bagaikan gigi dari sisir yang sama, juga mengajarkan bahwa manusia bebas tidak lebih baik dari budak, atau sebaliknya, kecuali pada keluhuran, keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah.

Aku tak ingin berbicara panjang denganmu Bilal. Hanya satu ajakanku, terimalah dan berimanlah kepada ajaran Muhammad. Janganlah biarkan bimbang dan ragu sedikitpun menyelusup di hatimu.

Yakinlah bahwa ajakan Muhammad akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan sejati, yang tidak ada lagi kebahagiaan lain yang dapat menyamainya, serta mengantarkan kita pada puncak kebaikan.

Karena itu, Bilal, mari akun ajak engkau untuk mengucapkan kalimat persaksian :

“Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.”

Mendengar itu tidak ada perasaan lain di hati Bilal kecuali keharuan.

Baca Juga:  1. QS. Al-Fatihah

Perlahan air matanya menitik dari pelupuk mata, dan perlahan ia menempelkan wajahnya di hamparan pasir. Ia bersujud. Dengan terbata-bata kemudian terdengar Bilal melafalkan kalimat persaksian (dua syahadat).

Sejak saat itu Bilal telah masuk kedalam jajaran umat Islam. Wajah Abu Bakar menampakkan kecerahan, dan ujarnya “Bilal, besok kita akan pergi ke rumah Muhammad dan aku akan menunggumu pada saat seperti ini di rumahku. Ingat, jangan terlambat datang, sahabatku!”

“Akan selalu ku ingat ajakanmu, Abu Bakar!”, tutur bilal.

Sekali lagi Abu Bakar menggenggam erat tangan Bilal, dan keduanya kemudian pulang kerumahnya masing-masing.

Sejak saat itu Bilal bin Rabah mengikuti ajaran Rasulullah dengan penuh keimanan.

Saat Bilal masuk Islam, hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu. Seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-shiddiq, Ali bin Abu Thalib, Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-rumi, dan Miqdad bin Aswad.

Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf (tuannya), bersama para algojo. Mereka menghantam punggung Bilal dengan cambuk, tetapi Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad (Allah Maha Esa).”

Mereka menindih dada Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad.”

Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad.”

Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan Uzza, tapi Bilal justru memuji dan mengagungkan Allah dan Rasul-Nya.

Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”

Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.”

Kisah Pembebasan Bilal bin Rabah sebagai Budak oleh Abubakar As Siddiq

Beberapa budak yang telah masuk Islam mengalami penyiksaan dari orang-orang Quraisy, salah satunya adalah Bilal bin Rabah. Setelah berhari-hari disiksa, Bilal digelandang menuju padang pasir, ditelanjangi kemudian ditindih dengan batu panas.

Sementara dia disiksa, datanglah Abu Bakar as-Shiddiq, dia berseru, “Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki karena mengatakan bahwa Tuhanku ialah Allah?”

Kemudian dia berkata kepada Umayyah bin Khalaf, tuan pemilik Bilal, “Terimalah ini untuk tebusannya, lebih tinggi dari harganya, dan bebaskan dia!”

Umayyah adalah seorang saudagar, dia melihat peluang keuntungan di sana, ketimbang membunuhnya, lebih baik dia menjualnya karena akan mendatangkan uang. Umayyah setuju dengan penawaran Abu Bakar.

“Bawalah dia! Demi Lata dan Uzza, seandainya harga tebusannya tak lebih dari satu ugia, pastilah dia akan kulepas juga,” kata Umayyah.

Abu Bakar kemudian menjawab, “Demi Allah, seandainya kalian tidak hendak menjualnya kecuali seratus ugia, pastilah akan kubayar juga!”

Demikianlah akhirnya Bilal memperoleh kebebasannya.

Kemudian pergilah Abu Bakar sambil mengepit Bilal untuk menemui Nabi Muhammad SAW, dan menyampaikan berita gembira tentang kebebasan Bilal sebagai orang merdeka.

Dalam riwayat terkait, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu Masud mengatakan bahwa Abu Bakar membeli Bilal dari Umayyah bin Khalaf dan Ubayy bin Khalaf dengan jubah dan sepuluh keping perak (masing-masing kira-kira satu ons), kemudian membebaskannya untuk Allah.

Pernikahan Bilal, dan Ini Perkataan Nabi SAW

Pada suatu hari ia meminang dua wanita untuk dirinya dan saudaranya. Bilal mempunyai saudara dalam Islam, julukannya adalah Abu Ruwaihah.

Dia ingin meminang seorang perempuan dari kalangan warga Yaman, lantas dia mengajak Bilal untuk menemaninya, karena berharap mereka mau menerimanya sebagai suami dari anak perempuan mereka.

Sehingga ia berkata kepada bapak wanita itu : “Saya adalah Bilal, dan ini saudaraku, dua orang budak dari habsy. Pada mulanya kami adalah sesat tetapi Allah membimbing kami. Kami adalah dua budak lalu Allah memerdekakan kami. Jika anda setuju menikahkan anak perempuan anda dengan kami, segala puji
bagi Allah tetapi jika anda menolak, maka Allah maha besar.”

Mereka menjawab, “siapa saja yang menjadi saudaranya Bilal, maka kami akan menikahkannya.”

Setelah urusannya selesai dan diterima lamaran Saudaranya, Beliau mulai memikirkan kehidupannya akhirnya beliau meminang seorang wanita bernama Hind.

Bapak dari wanita tersebut kemudian meminta Bilal untuk menunggu sejenak, karena dia akan bermusyawarah dengan rasulullah.

Bilal kemudian pulang ke madinah. Hari berlalu, dan ternyata utusan dari keluarga Hind datang untuk bertemu Rasulullah.

Baca Juga:  Amalkan Doa 'Robbi Habli Minassholihin', Ini arti dan Khasiatnya

Pimpinan rombongan berkata kepada Rasulullah bahwa mereka datang dari Yaman, dan telah mendengar lamaran Bilal terhadap saudara perempuan kami, Hind.

Jawaban kepada Bilal bahwa kami akan bertanya lebih dahulu kepada Rasulullah dan kami memintanya bersabar untuk menunggu. Oleh sebab itu mereka meminta pendapat rasulullah.

Rasulullah diam sejenak dan kemudian tersenyum, beliau berkata bahwa barangsiapa yang bertanya tentang Bilal maka jawabnya dia adalah manusia surga.

Keluarga Hind terkesima mendengar jawaban Rasulullah yang menggambarkan kecintaannya kepada Bilal sehingga mereka tidak keberatan untuk menikahkan Bilal dengan saudara perempuannya Hind.

Bilal sangat berbahagia dengan keputusan ini, karena dengan itu ia telah berhasil menyempurnakan agamanya.

Suatu malam ketika Bilal pulang dari sholat malam di masjid Rasul, ia duduk di sebelah istrinya dan menceritakan apa yang di dengarnya dari Rasulullah.

Tetapi sang istri kurang dapat menerimanya dan kemudian menolak untuk mempercayainya.

Bilal sangat marah. Ia tidak dapat menahan kesabarannya, dan akhirnya kembali menemui Rasulullah serta menceritakan apa yang baru dialaminya.

Rasul kemudian memegang tangan Bilal dan kemudian mengajaknya pergi ke rumahnya.

Sesampai disana Rasul bertanya kepada istrinya “apakah Bilal telah memarahimu?”

Kemudian istrinya menjawab “Tidak, aku sangat mencintainya.”

Rasulullah berkata “Ketahuilah tentang apa yang dikatakan Bilal tentang diriku adalah benar. Bilal tidak berdusta.”

“Oleh sebab itu, kalau engkau sedang marah, jangan sekali kali memarahinya, karena tidak akan ada amalmu yang diterima oleh-Nya” tambah Rasulullah.

Para sahabat Nabi tidak meragukan satu kata pun yang diucapkan oleh Bilal, walaupun mereka merasa heran atau aneh dengannya.

Mereka juga tak ragu terhadap berita yang disampaikan Bilal kepada mereka walaupun cukup banyak hal yang mengingkarinya atau setidaknya meragukannya.

Setelah memberikan nasihat, akhirnya Rasulullah kembali kerumahnya, dan sepanjang hidupnya Bilal hidup berbahagia bersama istrinya.

Wafatnya Bilal bin Rabah

Ibnu Katsir mengungkapkan: “Setelah Rasulullah wafat, Bilal turut dalam pasukan yang pergi ke Syam untuk berperang. Ada juga yang berpendapat bahwa Bilal tetap menjadi muadzin pada masa-masa awal kepemimpinan Abu Bakar. Riwayat yang pertama lebih shahih dan populer.”

Bilal menetap di Syam sebagai muslim yang tekun beribadah dan zuhud terhadap dunia. Dia sabar menunggu waktu bertemu lagi dengan kekasihnya, Rasulullah Muhammad dan para Sahabat yang mendahuluinya.

Selang beberapa tahun, Muadzin pertama dan terbesar pada masa ini pun terbaring kaku di pembaringan terakhirnya. Bilal menderita sakit yang sangat seirus. Wajahnya memucat dan matanya tertutupi cairan.

Sa’id bin Abdul Aziz bertutur: “Pada akhir hayatnya Bilal mengatakan: ‘Aku akan bertemu orang-orang tercinta, Muhammad dan golongannya.’

Istrinya menyahut: ‘Celakalah aku!’ dan Bilal menanggapi: “berbahagialah aku”.

Bilal pun menghembuskan nafas terakhir, sementara Allah berkehendak mengabadikan namanya bagi penghuni alam semesta.

Adapun derajatnya di akhirat adalah surga yang penuh kenikmatan.

Bilal meninggal dunia pada tahun 20 Hijriyah, usianya sekitar enam puluh tahun. Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khathab. di Damaskus.

Namun, namanya masih harum hingga kini. Bahkan, di sejumlah masjid di Indonesia, mungkin juga di negara lainnya, nama muazin selalu tercantum dengan tulisan Bilal.

Ini menunjukkan sebagai penghormatan kepada sang muazin Rasulullah, pengumandang azan pertama di dunia.

Kisah Sandal Bilal ada di Surga

Dalam sebuah hadist diceritakan bahwa rasululah pernah mendengar suara terompah (sandal) Bilal ada di Surga.

Kisah ini disampaikan rasulullah sebagaimana dalam Hadits Riwayat Tirmizi nomor 3689.

Dari Abu Buraidah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Bilal pada pagi hari seraya berkata, yang artinya:

“Wahai Bilal, kenapa engkau mendahuluiku masuk surga? Aku tidaklah masuk surga sama sekali melainkan aku mendengar suara sendalmu di hadapanku. Aku memasuki surga pada malam hari dan aku dengar suara sendalmu di hadapanku.” kata Rasulullah.

Bilal bin Rabah lantas menjawab pertanyaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

” Wahai Rasulullah, aku biasa tidak meninggalkan shalat dua raka’at sedikit pun. Setiap kali aku berhadats, aku lantas berwudhu dan aku membebani diriku dengan shalat dua raka’at setelah itu” jawabnya.***

Sumber : digilib.unisby.ac.id, ganaislamika.com,